Thursday, March 6, 2008

Memancing

HUJAN yang lebat itu baru berhenti di ujung sore. Kami terburu-buru menyiapkan joran bambu, mengaitkan mata kail, mengikatkan benang nilon dan mengisi air setengah cupak. "Biar aku yang mencari cacing buat umpan," kata salah seorang di antara kami.

SEBELUM magrib kami pulang. Cupak telah penuh ikan. Kami melewati pemakaman tempat seseorang di antara kami tadi menggali tanah mencari cacing untuk umpan pancing di dekat kuburan seorang lelaki. "Dia dulu pemancing yang paling hebat di kampung kita," kata salah seorang di antara kami.

MALAM itu kami makan berlauk ikan yang kami pancing di sungai sehabis hujan lebat itu. Tidak ada seorang pun di antara kami yang bicara tentang lelaki pemancing hebat itu dan tidak ada yang bertanya kenapa di kuburannya banyak sekali cacing yang baik untuk memancing.