Monday, March 29, 2004

Bukit Pinus

Haiku Matsuo "Basho" Munefusa



di dekat pintu berpagar perdu

geram dedaun teh tak lagi sempat

badai lewat, tak ada yang tercatat



kembang sepatu berbunga,

tumbuh di sisi jalanan,

dimakan oleh kudaku



kesunyian itu —

meresap ke dalam batu-batu

seekor jengkerik menangis



puncak-puncak kabut

berguguran, betapa banyak

gunung rembulan



dari Gunung Atsumi

hingga ke Fuku-ura

mendingin senja hari



merah memerah

matahari terhentikan

angin musim luruh



sepanjang malam hari

simak desau angin gugur

di belakangan tegak gunung



bulan musim panen

iklim baik di Hokkuku

jangan tergantung pada cuaca



berkaca di wajah mekar bunga

merasa malukah engkau,

duhai bulan berbalut kabut?



sepanjang apa pun hari

tak juga cukup untuk berlagu-

burung kecil itu!



sambar halilintar:

jerit tangis bangau

menikam kegelapan



jalan kecil di pegunungan--

terbit cahaya matahari

menembus aroma prem



semak bersisian jalan

semakin dekat kau tampak

bunga-bunga bermekaran



bulan masih ada di sana

mempertegas betapa jauh rumah

musim panas di Suma



di cabang yang telanjang

hinggap seekor gagak

remang petang musim gugur



krisan berbunga putih

terperangkap di mata

tak satu ada: bercak debu



kampung itu betapa tua

tak ada satu rumah pun

tanpa sepohon kesemak.